Categories: Feature

Lasuang: Tradisi Menumbuk Padi yang Hilang di Kuok III Koto

Di tengah gemuruh modernisasi, ada satu suara yang semakin jarang terdengar di Jorong Kuok III Koto, Nagari Matua Mudiak, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam. Suara itu adalah dentingan lasuang, alat tradisional yang digunakan masyarakat Minangkabau untuk menumbuk padi. Lasuang, yang dulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, kini mulai terlupakan. Bagaimana kisahnya? Mari kita telusuri lebih dalam.

Lasuang, mungkin kata ini tidak asing bagi orang Minangkabau. Alat ini digunakan untuk memisahkan padi dari kulitnya, menumbuk padi menjadi butiran beras, atau bahkan menumbuk beras menjadi tepung. Dulu, masyarakat Jorong Kuok III Koto menggunakan lasuang yang terbuat dari batu atau kayu yang banyak tumbuh di negeri ini. Setelah lasuang dibuat, mereka pun membuat alu, penumbuk padi dari kayu panjang dengan ujung tumpul dan bulat.

Proses Menumbuk Padi

Proses menumbuk padi dengan lasuang bukanlah pekerjaan yang mudah. Biasanya, ada dua atau tiga perempuan yang bekerja sama di tiap lasuang. Mereka menumbuk padi secara bergantian, menciptakan irama alam yang mengasyikkan bagi yang mendengar. Proses ini tidak hanya menghasilkan beras atau tepung, tetapi juga mempererat hubungan sosial di antara para perempuan yang bekerja bersama.

Beberapa tahun yang lalu, sebelum adanya mesin heler, masyarakat Jorong Kuok III Koto mengandalkan lasuang untuk menumbuk padi dan membuat tepung. Proses membuat tepung cukup sederhana; beras yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam lasuang, kemudian dua orang ibu-ibu menumbuknya secara bergantian hingga beras hancur menjadi serpihan halus. Setiap rumah di Jorong Kuok III Koto memiliki lasuang, karena alat ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama saat musim panen tiba.

Nilai Sosial dan Budaya

Lasuang bukan hanya alat untuk menumbuk padi, tetapi juga simbol kerja sama dan kesabaran. Menurut pendapat orang-orang yang dulu menggunakan lasuang, tepung yang dihasilkan dari lasuang lebih kembang dan wangi dibandingkan dengan hasil olahan mesin. Selain itu, kegiatan menumbuk padi dengan lasuang juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat hubungan antarwarga.

Sayangnya, dengan kemajuan teknologi, penggunaan lasuang semakin jarang. Mesin-mesin modern telah menggantikan peran lasuang, mengubah beberapa aspek kehidupan masyarakat Jorong Kuok III Koto. Kehilangan lasuang bukan hanya kehilangan alat tradisional, tetapi juga kehilangan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya. Lasuang mengajarkan kita untuk bekerja sama dan sabar, dua hal yang semakin langka di era modern ini. Meskipun lasuang kini jarang digunakan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan patut kita lestarikan. (Riri)

Redaksi Kaba Kuok

View Comments

Recent Posts

Kuok III Koto: Semangat Membangun Nagari

Minggu pagi yang cerah bertempat Jorong Kuok III Koto, Nagari Matua Mudiak, Kecamatan Matur, Kabupaten…

11 jam ago

Pokémon: Petualangan di Dunia Tak Pernah Usai

Bagi kamu yang tumbuh besar pada era 90-an, nama Pokémon pastinya sudah tidak asing lagi.…

12 jam ago

Toy Story 2: Keharuan Sequel Legendaris

.kabakuok.com--Siapa sih yang nggak kenal dengan Woody, Buzz Lightyear, dan teman-temannya? Sebagai salah satu film…

12 jam ago

Shine Muscat Kandung Residu Pestisida

Bangkok-Malaysia-Padang. Anggur Shine Muscat, jenis anggur yang populer di kalangan pecinta buah dan kuliner, kini…

1 minggu ago

Para Pengangguran! Tunggulah Janda Kaya

Jakarta - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Suswono, melontarkan guyonan kontroversial saat debat Pilkada pada…

1 minggu ago

Elit Minangkabau dalam Modernitas Kolonial

Telah terbit edisi terbaru Jurnal Ceteris Paribus Vol. 3 No. 2 (2024). Salah satu artikel…

1 minggu ago